Desa Tegal Gendu, berada di
kelurahan Prenggan, Kecamatan Kotagede – Yogyakarta. Seperti setiap daerah pada
umumnya, tegal gundu juga memiliki kisah yang menarik. Di mulai dari nama desa,
Tegal Gendu. Beberapa versi cerita yang beredar dari warga sekitaran desa Tegal
Gendu sendiri. Salah satunya adalah, Gendhu yang di ambil dari bahasa Jawa “Ghendu-ghendu“
berarti Ragu-ragu.
Hanya berjarak sekitar 400 meter
dari Terminal Giwangan kita sudah dapat menemui desa tegal gendu yang menarik
akan kebudayaannya ini. Didalamnya terdapat berbagai isi yang menarik di
ungkap, seperti Keanekaragaman budaya, kerajinan tangan, kegiatan pemuda, PKK,
kreatifitas warga, dan Wayang Ongklek yang kerap kali menjadi tontonan para
wisatawan local maupun Mancanegara.
Seyogyanya, desa tegal gendhu menjadi
terekam telinga warga di luar sekitaran wilayah Kotagede. Pada tahun 1965,
tedapatlah pasukan tentara yang berjaga pada gapura utama untuk memasuki
wilayah tegal gendhu. Berita yang beredar membuat sebuah ironi pada desa tegal
gendhu yang tentram. Dimana pada tahun 1965, warga sekitar tegal gendhu menjaga
kokoh pemimpin Indonesia, pak Soekarno. Dikarenakan issu berbau komunis yang di
bawa oleh soekarno. Maka beberapa warga yang membidangkan dirinya untuk
mengawal soekarno-pun menjadi sasaran empuk untuk di bersihkan. Dengan gerakan
semena-mena oleh para pasukan penjaga, maka warga yang merelakan dirinya untuk
menjaga Soekarno tersebut di asingkan ke daerah Kalimantan. Kisah ini pun
menjadi daya Tarik yang kontekstual pada daerah tegal gendhu, dengan mengaitkan
nama “Ghendu” yang selain ragu-ragu, juga berarti Kegundahan.
Dewasanya, desa tegal gendhu pada
saat ini menjadi pusat kebudayaan yang amat hangat dan elok. Meskipun tercampur
sedikit dengan budaya moderenisasi yang melaju. Desa tegal gendu tetap pada
hakikat utama menjadi tempat yang berbudaya, unik dan memiliki identitas
sejarah yang menarik.
Kotagede, Tegal gendhu. Dengan
sejarah yang selalu berjalan dari lahirnya sampai dengan sekarang. Warga tegal
gendhu tetap melestarikan kisah yang ada dengan memelihara keelokannya.
Terbukti jika kita datang ke daerah tegal ghendu, dari setiap sudut ke sudut,
selalu mewakili identitas kisah saksi sejarah yang terendap di dalamnya, selama
berabad. Seperti yang di kutip dari seorang penulis, ronggowarsito “yen wis
kliwat separo abad, jiwo kongsi binabad” yang artinya Jika sudah lebih dari
separu abad, janganlah di hancurkan. Maka, mari kita rawat budaya, kisah, dan
kemoderenisasian yang melaju pada desa tegal gendhu secara beriringan dan tidak
menghapus Keistimewaannya.
Ramaikan juga blog kami mas
Kotagede.blogspot.com